Tragedi yang menimpa seorang driver ojek online Gojek pada 28 Agustus 2025 di Jakarta menjadi ujian besar bagi perusahaan transportasi berbasis aplikasi tersebut. Seorang mitra pengemudi bernama Affan Kurniawan tewas setelah terlindas mobil Barracuda Brimob saat berlangsungnya aksi demonstrasi di kawasan Gedung DPR. Publik geger, media ramai memberitakan, dan tagar terkait Gojek sempat trending di berbagai platform.
Dalam situasi penuh tekanan itu, langkah cepat perusahaan untuk menunjukkan kepedulian menjadi sangat krusial. Salah satu strategi yang menonjol adalah keputusan Gojek mengganti logo mereka menjadi berwarna hitam dengan pita duka di seluruh akun media sosial resmi dan aplikasi. Dari perspektif manajemen krisis Gojek, langkah simbolis ini tidak sekadar visual branding, tetapi bagian dari komunikasi strategis yang dirancang untuk meredam kemarahan publik, menunjukkan empati, dan menjaga reputasi perusahaan di tengah badai krisis.
Table of Contents
ToggleSimbol Logo Hitam sebagai Pesan Empati
Dalam dunia strategi komunikasi PR, simbol memiliki kekuatan besar. Pergantian logo Gojek menjadi hitam dengan pita duka menyampaikan pesan duka cita mendalam tanpa perlu kata-kata panjang. Warna hitam secara universal dimaknai sebagai simbol berduka, sementara pita hitam mempertegas solidaritas terhadap korban dan keluarganya.
Tindakan ini menjadi bukti bahwa perusahaan tidak hanya hadir dengan pernyataan teks, tetapi juga mengekspresikan duka melalui elemen identitas visual yang langsung terlihat oleh jutaan pengguna aplikasi. Setiap kali konsumen membuka aplikasi Gojek atau mengunjungi akun sosial medianya, mereka otomatis diingatkan pada tragedi sekaligus melihat sikap empati perusahaan.
Langkah Komunikasi Publik yang Terukur
Keputusan mengganti logo hanyalah salah satu bagian dari manajemen krisis Gojek. Perusahaan juga menyampaikan pernyataan resmi melalui Direktur Public Affairs & Communications, Ade Mulya, yang menegaskan belasungkawa mendalam, komitmen investigasi, serta koordinasi dengan pihak berwenang. Dengan menyampaikan pesan konsisten dan menampilkan simbol visual duka, Gojek berusaha menjaga narasi tunggal: bahwa mereka peduli, bertanggung jawab, dan tidak mengabaikan tragedi yang menimpa mitra mereka.
Selain itu, manajemen perusahaan mengimbau publik agar tetap menjaga keamanan dan tidak terjebak dalam spekulasi. Sikap ini sejalan dengan praktik strategi komunikasi PR yang menekankan transparansi, kecepatan respons, dan konsistensi pesan.
Dukungan Nyata kepada Keluarga Korban
Meski logo hitam menjadi simbol utama, Gojek memastikan krisis ini tidak ditangani hanya pada level simbolik. Perusahaan menanggung seluruh biaya rumah sakit, pemakaman, hingga tahlilan almarhum. Manajemen juga memberikan santunan finansial kepada keluarga serta menyediakan beasiswa pendidikan untuk adik korban melalui Yayasan GoTo Merah Putih.
Bentuk dukungan nyata ini menguatkan pesan yang telah dikirim melalui logo hitam. Publik melihat bahwa di balik strategi komunikasi visual, Gojek benar-benar menindaklanjuti krisis dengan aksi konkret. Hal ini penting untuk mencegah kesan bahwa perusahaan hanya sekadar “lip service”.
Dampak terhadap Reputasi Perusahaan
Dalam analisis public relations management, reputasi merek diuji paling keras ketika krisis melanda. Keputusan Gojek untuk merubah logo di aplikasi dan media sosial menegaskan komitmen mereka menjaga kedekatan emosional dengan mitra dan pengguna. Langkah ini menciptakan ruang dialog emosional yang menekankan nilai kepedulian, meskipun perusahaan sedang menghadapi tekanan besar.
Di sisi lain, konsistensi antara simbol duka, pernyataan resmi, dan bantuan nyata menjadi faktor penting dalam meredam potensi boikot atau sentimen negatif. Publik dapat melihat bahwa Gojek tidak hanya fokus pada damage control, tetapi benar-benar berupaya menjaga kepercayaan.
Pelajaran bagi Praktisi PR
Peristiwa driver ojol yang dialami Gojek memberikan pelajaran penting bagi praktisi komunikasi. Pertama, kecepatan respons sangat krusial—baik dalam bentuk pernyataan maupun simbol visual seperti logo hitam. Kedua, komunikasi harus menyentuh aspek emosional sekaligus rasional. Ketiga, tindakan nyata harus mengikuti komunikasi agar pesan empati tidak dipandang sebagai pencitraan semata.
Dengan mengombinasikan simbol visual (logo hitam + pita), pernyataan publik yang jelas, serta tindakan dukungan konkret, manajemen krisis Gojek dapat menjadi studi kasus menarik tentang bagaimana sebuah brand besar merespons tragedi yang langsung berdampak pada komunitas intinya.
Kesimpulan
Perubahan logo Gojek menjadi hitam dengan pita duka bukan hanya gesture kecil, melainkan strategi komunikasi krisis yang terukur. Dari perspektif strategi komunikasi PR, langkah ini menegaskan bahwa perusahaan paham akan pentingnya empati publik, konsistensi pesan, serta dukungan nyata.
Tragedi 28 Agustus 2025 mungkin akan lama dikenang, tetapi bagaimana Gojek mengelola krisis ini juga akan menjadi catatan penting dalam praktik public relations di Indonesia. Di mata banyak pihak, logo hitam tersebut adalah simbol kepedulian sekaligus bukti bahwa sebuah brand tidak bisa hanya menjadi penyedia layanan, melainkan juga mitra yang siap berdiri bersama dalam duka.